LAPORAN KEGIATAN TOUR RELIGI ZIARAH WALI SONGO + MADURA STAI AN NUR LAMPUNG
LAPORAN KEGIATAN TOUR RELIGI
ZIARAH WALI SONGO + MADURA
STAI AN NUR LAMPUNG
26-31 DESEMBER 2014
Di Ajukan Sebagai Syarat Mengikuti
kegiatan UJIAN AKHIR SEMESTER
OLEH
HARUN KHOLIDUR ROSIDI
NIM 11270845
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warohmatullohi
wabarokatuh
Puji sukur kami panjatkan kepada
Allah SWT, yang selalu melimpahkan segala rahmat dan kasih sayangnya kepada
kita makhluk yang telah di ciptakannya, dan karna rahmat serta kasih sayangNya
lah yang mengantarkan Kami, mulai dari perjalanan TOUR RELIGI ZIARAH WALI SONGO
+ MADURA hingga penulisan laporan ini selesai, Tanpa suatu kendala yang
berarti.
Sholawat beserta salam semoga
terlimpahkan kepada beliau Nabi Muhammad SAW, yang Mulia Panutan Umat, yang
telah membawa dan mengajarkan islam sebagai pedoman perjalanan hidup kita untuk
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, Semoga beliau memberikan Syafaatnya
kepada kita kelak di Yaumul Kiamah, Amin, Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Dan tak lupa pula kami panjatkan
do’a sebagai ungkapan terima kasih untuk para Wali Wali yang membawa agama
Islam ke Tanah Nusantara ini, sehingga Alhamdulillah dengan apa yang di ajarkan
oleh Beliau, menjadikan Kita Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang ber agama
sesuai dengan tuntutan yang Maha Pencipta, dan Dengan Ilmu yang di Bawa Para
Waliulloh lah kita mengamalkan ajaran ajaran agama Islam sesuai dengan
ketentuan yang di tetapkan di dalam Al Qur’an dan Hadits.
Semoga
Allah SWT menerima segala amal kebaikan dan menempatkan Beliau Para Waliulloh di dalam
Surga. Amin Amin Ya Robbal Alamin.
Laporan ini Kami Susun sebagai
Syarat untuk mengikuti Ujian Semester dan sebagai rekaman atau Dokumen tertulis
perjalanan religi Ziarah Wali Songo + Madura yang telah kami laksanakan pada
tanggal 26 sampai tanggal 31 Desember 2014. Dan semoga laporan ini dapat
berguna untuk menambah pengetahuan tentang Sejarah Waliulloh di Indonesia,
Khususnya Waliulloh yang ada di Jawa dan Madura.
Dan akhirnya Kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dan kekurangan, itu semua bukan unsur kesengajaan, Namun
sebagai kebodohan dan ketidak tahuan kami.
Kami menyadari bahwa banyak ketidak sempurnaan yang terdapat dalam
penyusunan Laporan Tour Religi Ziarah Wali Songo + Madura ini. Maka dari itu
Kami membuka lebar pintu saran dan kritik yang mampu membangun kesempurnaan
dalam penulisan penulisan berikutnya. Terima kasih.
Jati Agung, 9 Januari 2015
Mahasiswa
HARUN KHOLIDUR ROSIDI
ZIARAH WALI SONGO
A. Muqodimah
Ziarah Wali songo adalah
perjalanan ziarah atau berkunjung dan berdoa di makam sembilan wali yang
menyebarkan agama Islam di Nusantara. Lima makam wali berada di wilayah Jawa
Timur, tiga makam di antaranya berada di Jawa Tengah, dan satu makam di Jawa
Barat.
Pertama, Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Makam ini terletak di kampung Gapura di dalam kota Gresik di Jawa Timur, tidak
jauh dari pusat kota.
Kedua, Sunan Ampel. Makam Sunan
Ampel terletak di kampung Ampel di kota Surabaya.
Ketiga, Sunan Bonang. Sunan Bonang dimakamkan di komplek pemakaman Desa Kutorejo, Kecamatan Tuban di kota Tuban.
Keempat, Sunan Giri. Tokoh Walisongo yang bergelar Prabu Satmata ini makamnya terletak di sebuah bukit di Dusun Kedhaton, Desa Giri Gajah Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Kelima, Sunan Drajat. Makam Sunan Drajat berada di daerah Drajat Lamongan.
Keenam, Sunan Muria. Makam Sunan Muria di Desa Colo, Kecamatan Dawe. Ziarah ke makam Sunan Muria yang berjarak sekitar 30 kilometer arah utara dari KMMK (Kompleks Masjid Menara Kudus).
Ketujuh, Sunan Kudus. Ja'far Shadiq atau Sunan Kudus dimakamkan di Masjid Menara Kudus yang terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah.
Ketiga, Sunan Bonang. Sunan Bonang dimakamkan di komplek pemakaman Desa Kutorejo, Kecamatan Tuban di kota Tuban.
Keempat, Sunan Giri. Tokoh Walisongo yang bergelar Prabu Satmata ini makamnya terletak di sebuah bukit di Dusun Kedhaton, Desa Giri Gajah Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Kelima, Sunan Drajat. Makam Sunan Drajat berada di daerah Drajat Lamongan.
Keenam, Sunan Muria. Makam Sunan Muria di Desa Colo, Kecamatan Dawe. Ziarah ke makam Sunan Muria yang berjarak sekitar 30 kilometer arah utara dari KMMK (Kompleks Masjid Menara Kudus).
Ketujuh, Sunan Kudus. Ja'far Shadiq atau Sunan Kudus dimakamkan di Masjid Menara Kudus yang terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah.
Kedelapan, Sunan Kalijaga. Makam
Sunan Kalijaga terletak di tengah kompleks pemakaman Desa Ngadilangu yang
dilingkari dinding dengan pintu gerbang makam. Area makam Sunan Kalijaga di
dalam Kota Demak berjarak sekitar 3 KM dari Masjid Agung Demak.
Kesembilan, Sunan Gunung Jati. Kawasan
makam Sunan Gunung Jati terletak di desa Astana,kecamatan Cirebon Utara,
sekitar 6 km dari Kota Cirebon yang dilintasi jalur Cirebon-Indramayu
1.
Tujuan
Ziarah
Wali Songo adalah suatu perjalanan Wisata Rohani yang biasa di lakukan oleh
umat muslim di Indonesia. Ziarah adalah mengunjungi makam dengan suatu tujuan
yaitu mendo’akan arwah untuk meringankan siksa mereka di alam kubur, fungsi
awal ziarah yaitu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW. Ialah mengingatkan
manusia akan datangnya kematian.
Sedangkan Ziarah yang kami lakukan selain untuk tujuan
utama ziarah, yaitu mendo’akan Waliulloh dan untuk mengingat akan datangnya kematian,
juga untuk mengenang kembali perjalanan Wali Songo dalam menyebarkan agama
islam di Tanah Nusantara, serta untuk mengenal lebih dekat Para Kekasih Allah
SWT yang telah berjuang mensyi’arkan Agama Allah SWT ke Tanah Nusantara ini
dengan penuh keyakinan dan tekad untuk berjuang fi sabilillah. Dengan mengenal
lebih dekat para WALI SONGO ini di harapkan kita mampu mengambil pelajaran dari
Sejarah Perjalanan Para Wali yang kita kunjungi serta terinspirasi dan
termotivikasi untuk lebih giat dalam beribadah dan berjuang dalam menegakkan
Ajaran Islam dengan lebih Ikhlas mengharapkan Ridho dari Allah SWT.
2.
Peserta
Perjalanan Tour Religi Ziarah Wali
Songo + Madura ini di Selenggarakan oleh Kampus STAI AN NUR Lampung sebagai
syarat untuk mengikuti Wisuda Strata 1 (S1) Fakultas Tarbiyah. Yang di ikuti
Mahasiswa semester VII dengan mengendarai angkutan BUS PARIWISATA sejumlah 7
(tujuh) unit.
di antaranya yaitu. Bus Kramat Djati yang mana
kami berada dalam urutan nomor bus 6.
Selain
Para Mahasiswa STAI AN NUR, juga bersama dengan Siswa kelas XII MA Hidayatul
Mubtadi’in yang masih satu yayasan dengan STAI ANNUR. Kami berangkat pada
tanggal 26 Desember 2014, dan kembali pada tanggal 1 Januari 2015, Seluruh
Mahasiswa STAI AN NUR LAMPUNG Semester 7 di wajibkan untuk mengikuti kegiatan
ziarah Wali Songo + Madura Ini.
3.
Rute Ziarah
Kampus
STAI AN NUR merencanakan Rute perjalanan Ziarah Wali Songo kali ini sebagai
berikut
No
|
Nama Tempat
|
Lokasi
|
1.
|
Sultan
Hasanuddin
|
Banten
|
2.
|
Syeh Yusuf
|
Banten
|
3.
|
Sunan Gunung
Jati
|
Cirebon
|
4.
|
Raden Fatah
|
Demak
|
5.
|
Masjid Demak
|
Demak
|
6.
|
Sunan Kali Jaga
|
Demak
|
7.
|
Sunan Kudus
|
Kudus
|
8.
|
Sunan Muria
|
Gunung Muria
|
9.
|
Sunan Bonang
|
Tuban
|
10.
|
Makam
Asmorokondi
|
Tuban
|
11.
|
Sunan Drajat
|
Pacitan
|
12.
|
Sunan Gresik
|
Gresik
|
13.
|
Sunan Giri
|
Gresik
|
14.
|
Sunan Ampel
|
Surabaya
|
15.
|
Syeikh Kholil
Bangkalan
|
Madura
|
16.
|
Sunan Bayat
|
Klaten
|
17.
|
Kiai Raden
Santri
|
Gunung Pring
|
18.
|
Mbah Dahar
|
Watu Congol
|
19.
|
Syeh Abdul
Muhyi
|
Tasik Malaya
|
20.
|
Goa Pamijahan
|
Tasik Malaya
|
Namun
Rute dan rencana tersebut tidak berjalan sesuai dengan jadwal karena ada suatu
kendala, namun semua tetap tidak menyurutkan semangat perjalanan Ziarah Kami.
Rute perjalanan menjadi seperti berikut.
No
|
Waktu
|
Nama Tempat
|
Lokasi
|
Ket
|
1.
|
27 Desember
2014 Pukul 05:00
|
Makam Sunan
Gunung Jati
|
Cirebon
|
|
2.
|
27 Desember
2014 Pukul 16:00
|
Masjid Agung
Demak
|
Demak
|
|
3.
|
27 Desember
2014 Pukul 17:05
|
Makam Raden
Fatah
|
Demak
|
|
4.
|
27 Desember
2014 Pukul 19:10
|
Makam Sunan
Kali Jaga
|
Demak
|
|
5.
|
27 Desember
2014 Pukul 22:10
|
Makam Sunan
Kudus
|
Kudus
|
|
6.
|
28 Desember
2014 Pukul 01:00
|
Makam Sunan
Muria
|
Gunung Muria
|
|
7.
|
28 Desember
2014 Pukul 15:01
|
Makam Sunan
Bonang
|
Tuban
|
|
8.
|
28 Desember
2014 Pukul 21:00
|
Makam Sunan
Drajat
|
Pacitan
|
|
9.
|
29 Desember
2014 Pukul 02:00
|
Makam Sunan
Gresik
|
Gresik
|
|
10.
|
29 Desember
2014 Pukul
|
Makam Sunan
Giri
|
Gresik
|
|
11.
|
29 Desember
2014 Pukul 04:15
|
Makam Syeih
Kholil
|
Bangkalan
|
|
12.
|
29 Desember
2014 Pukul 09:51
|
Makam Sunan
Ampel
|
Surabaya
|
|
13.
|
29 Desember
2014 Pukul 16:30
|
Makam KH
Abdurrohman Wahid
|
Jombang
|
|
14.
|
29 Desember
2014 Pukul 21:40
|
Pon Pes Lirboyo
|
Lirboyo
|
|
15.
|
30 Desember
2014 Pukul 13:49
|
Malioboro
|
Djogja
|
|
16.
|
30 Desember
2014 Pukul 17:41
|
Makam Kiai
Raden Santri
|
Gunung Pring
|
Pemberangkatan Rombongan Ziarah Wali Songo +
Madura ini Mundur Dari dari Jadwal Awal yang seharusnya Pukul 08:00. Di
karnakan keterlambatan salah Satu Bus yang akan membawa Rombongan Ziarah.
Sehingga rombongan berangkat pada pukul 10:00 WIB dengan menbaca Do’a untuk
kelancaran dan keselamatan selama perjalanan dan kegiatan Ziarah Wali Songo +
Madura yang kami laksanakan ini.
B. KEGIATAN
TOUR ZIARAH WALI SONGO + MADURA
1. Makam
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati
adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama Islam terkenal di Pulau Jawa
yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Kehidupannya selain sebagai pemimpin
spriritual, sufi, mubaligh dan dai pada jamannya juga sebagai pemimpin rakyat
karena beliau menjadi raja di Kasultanan Cirebon, bahkan sebagai sultan pertama
Kasultanan
Cirebon yang semula bernama Keraton Pakungwati.
Rombongan Sampai di Makam Sunan Gunung Jati pada tanggal 27 Desember 2014. Pukul 05:00. Di Makam Sunan Gunung Jati ini banyak yang meminta donasi tidak resmi kepada pengunjung atau peziarah yang datang ke makam. datang bersama dengan rombongan peziarah, Kami menghadapi puluhan peminta sumbangan yang sudah berbaris panjang dari parkiran masuk sampai ke pintu gerbang peziarah.
Sangat mengesalkan sebetulnya. Pemandu memberitahu agar kami ‘jangan memulai’ memberikan donasi setiap kali diminta karena hanya akan membuat peminta donasi lain akan memburu. Walaupun kami sudah berusaha membatasi jumlah donasi yang kami keluarkan dengan terus menerus mengatakan “tidak” tetap saja kami harus merogoh kantong beberapa kali. Upaya menertibkan konon sudah pernah ada. Sultan pernah memerintahkan mereka untuk berhenti meminta donasi tidak resmi tersebut, namun seminggu-dua minggu kemudian timbul kembali. Alangkah baiknya apabila pihak Kraton yang berwenang atau pemerintah daerah mulai memikirkan cara untuk menertibkan mereka karena bisa jadi akan merusak citra tempat pemakaman Sunan Gunung Jati ini dan umat muslim pada umumnya. Aktivitas meminta-minta dengan paksa yang dilakukan kaum dewasa dan orang tua akan memberikan contoh tidak baik bagi anak kecil warga sekitar. Tak heran apabila mereka nantinya juga menjadi peminta-minta. Walaupun Sunan Gunung Jati pernah bertutur “Ingsun titip tajug lan fakir-miskin” yang artinya “Aku titipkan masjid/musholla dan fakir miskin” tetapi Kami yakin bukan seperti inilah perwujudannya.
Rombongan Sampai di Makam Sunan Gunung Jati pada tanggal 27 Desember 2014. Pukul 05:00. Di Makam Sunan Gunung Jati ini banyak yang meminta donasi tidak resmi kepada pengunjung atau peziarah yang datang ke makam. datang bersama dengan rombongan peziarah, Kami menghadapi puluhan peminta sumbangan yang sudah berbaris panjang dari parkiran masuk sampai ke pintu gerbang peziarah.
Sangat mengesalkan sebetulnya. Pemandu memberitahu agar kami ‘jangan memulai’ memberikan donasi setiap kali diminta karena hanya akan membuat peminta donasi lain akan memburu. Walaupun kami sudah berusaha membatasi jumlah donasi yang kami keluarkan dengan terus menerus mengatakan “tidak” tetap saja kami harus merogoh kantong beberapa kali. Upaya menertibkan konon sudah pernah ada. Sultan pernah memerintahkan mereka untuk berhenti meminta donasi tidak resmi tersebut, namun seminggu-dua minggu kemudian timbul kembali. Alangkah baiknya apabila pihak Kraton yang berwenang atau pemerintah daerah mulai memikirkan cara untuk menertibkan mereka karena bisa jadi akan merusak citra tempat pemakaman Sunan Gunung Jati ini dan umat muslim pada umumnya. Aktivitas meminta-minta dengan paksa yang dilakukan kaum dewasa dan orang tua akan memberikan contoh tidak baik bagi anak kecil warga sekitar. Tak heran apabila mereka nantinya juga menjadi peminta-minta. Walaupun Sunan Gunung Jati pernah bertutur “Ingsun titip tajug lan fakir-miskin” yang artinya “Aku titipkan masjid/musholla dan fakir miskin” tetapi Kami yakin bukan seperti inilah perwujudannya.
Ketika Memasuki kompleks pemakaman kami melihat Balemangu Majapahit yang
berbentuk bale-bale berundak yang merupakan hadiah dari Demak sewaktu
perkawinan Sunan Gunung Djati dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari Ki Ageng
Tepasan, salah seorang pembesar Majapahit.
Masuk lebih kedalam kami melihat Balemangu Padjadjaran, sebuah bale-bale besar hadiah dari Prabu Siliwangi sebagai tanda penghargaan pada waktu penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Kasultanan Pakungwati (cikal bakal kraton di Cirebon).
Makam Sunan Gunung Jati yang terletak di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya. Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati.
Masuk lebih kedalam kami melihat Balemangu Padjadjaran, sebuah bale-bale besar hadiah dari Prabu Siliwangi sebagai tanda penghargaan pada waktu penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Kasultanan Pakungwati (cikal bakal kraton di Cirebon).
Makam Sunan Gunung Jati yang terletak di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya. Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati.
Alasannya antara lain adalah begitu banyaknya benda-benda berharga yang
perlu dijaga seperti keramik-keramik atau benda-benda porselen lainnya yang
menempel ditembok-tembok dan guci-guci yang dipajang sepanjang jalan makam.
Keramik-keramik yang menempel ditembok bangunan makam konon dibawa oleh istri
Sunan Gunung Djati yang berasal dari Cina, yaitu Putri Ong Tien.
Banyak keramik yang masih sangat baik kondisinya, warna dan design-nya sangat menarik. Sehingga dikhawatirkan apabila pengunjung bebas keluar-masuk seperti pada makam-makam wali lainnya maka barang-barang itu ada kemungkinan hilang atau rusak.
Ada 9 pintu yang terdapat dalam Makam Sunan Gunung Jati, yaitu 1)Pintu Gapura, 2)Pintu Krapyak, 3)Pintu Pasujudan, 4)Pintu Ratnakomala, 5)Pintu Jinem, 6)Pintu Rararoga, 7)Pintu Kaca, 8)Pintu Bacem dan 9)Pintu Teratai.
Uniknya didalam kompleks makam Sunan Gunung Jati terdapat kompleks makam warga Tionghoa dibagian barat serambi muka yang dibatasi oleh pintu yang bernama Pintu Mergu. Lokasinya disendirikan dengan alasan agar peziarah yang memiliki ritual ziarah tersendiri seperti warga Tionghoa tidak akan terganggu dengan ritual ziarah pengunjung makam.
Tak jauh dari bangunan makam terdapat masjid yang diberi nama Masjid Sang Saka Ratu atau Dok Jumeneng yang konon dulunya digunakan oleh orang-orang Keling yang pernah memberontak pada Sunan Gunung Djati. Didalam masjid kita bisa melihat Al-Quran yang berusia ratusan tahun dan dibuat dengan tulisan tangan (bukan cetakan mesin).
Ada beberapa sumur disekitar bangunan masjid, yaitu Sumur Kemulyaan, Sumur Djati, Sumur Kanoman dan Sumur Kasepuhan.
Ada lagi legenda para wali yang berhubungan dengan Sumur Jalatunda yang berasal dari jala yang ditinggalkan Sunan Kalijaga saat dirinya diperintahkan mencari sumber mata air untuk berwudhu-nya para wali yang pada saat itu sedang mengadakan pertemuan. Sumur Jalatunda ini dikenal dengan Zam-zam-nya Cirebon.
Banyak keramik yang masih sangat baik kondisinya, warna dan design-nya sangat menarik. Sehingga dikhawatirkan apabila pengunjung bebas keluar-masuk seperti pada makam-makam wali lainnya maka barang-barang itu ada kemungkinan hilang atau rusak.
Ada 9 pintu yang terdapat dalam Makam Sunan Gunung Jati, yaitu 1)Pintu Gapura, 2)Pintu Krapyak, 3)Pintu Pasujudan, 4)Pintu Ratnakomala, 5)Pintu Jinem, 6)Pintu Rararoga, 7)Pintu Kaca, 8)Pintu Bacem dan 9)Pintu Teratai.
Uniknya didalam kompleks makam Sunan Gunung Jati terdapat kompleks makam warga Tionghoa dibagian barat serambi muka yang dibatasi oleh pintu yang bernama Pintu Mergu. Lokasinya disendirikan dengan alasan agar peziarah yang memiliki ritual ziarah tersendiri seperti warga Tionghoa tidak akan terganggu dengan ritual ziarah pengunjung makam.
Tak jauh dari bangunan makam terdapat masjid yang diberi nama Masjid Sang Saka Ratu atau Dok Jumeneng yang konon dulunya digunakan oleh orang-orang Keling yang pernah memberontak pada Sunan Gunung Djati. Didalam masjid kita bisa melihat Al-Quran yang berusia ratusan tahun dan dibuat dengan tulisan tangan (bukan cetakan mesin).
Ada beberapa sumur disekitar bangunan masjid, yaitu Sumur Kemulyaan, Sumur Djati, Sumur Kanoman dan Sumur Kasepuhan.
Ada lagi legenda para wali yang berhubungan dengan Sumur Jalatunda yang berasal dari jala yang ditinggalkan Sunan Kalijaga saat dirinya diperintahkan mencari sumber mata air untuk berwudhu-nya para wali yang pada saat itu sedang mengadakan pertemuan. Sumur Jalatunda ini dikenal dengan Zam-zam-nya Cirebon.
2.
Masjid Agung Demak
Salah satu
peninggalan kerajaan Islam pertama di Jawa adalah masjid Agung Demak. Masjid
yang terletak di Desa kauman, Demak, Jawa Tengah, itu hingga kini masih berdiri
megah dan menjadi tujuan wisata religi umat muslim di nusantara.
Rombongan STAI AN
NUR Lampung Sampai di Masjid Agung Demak pada tanggal 27 Desember 2014 Pukul
16:00, kami di sambut dengan gerimis yang mengundang, keadaan di masjid Agung
demak berbeda dengan makam sunan Gunung Jati, di sini tidak terlihat para
pengemis, namun ada banyak ojek paying yang menawarkan jasa kepada kami.
Masjid Agung
Demak dibangun oleh Raden Patah, Sultan Demak pertama, beserta para wali yang
menyebarkan Islam di tanah Jawa pada abad ke-15. Masyarakat setempat yakin
masjid ini dulunya menjadi tempat berkumpul para wali.
Arsitektur masjid
ini sangat kental dengan nuansa Jawa. Tak ada kubah, bagian atapnya berbentuk
limas bersusun tiga. Konon, tiga sap atap ini bermakna tingkatan manusia dalam
Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Masjid ini
memiliki lima buah pintu yang bermakna rukun Islam yaitu syahadat, salat, puasa,
zakat, dan haji. Sementara rukun iman tercermin dari jendela masjid yang
berjumlah enam.
Masjid
Agung Demak mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi.
Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru dengan
tinggi sekitar 17 meter. Salah satu tiang utama itu disebut soko tatal.
Soko tatal itulah
yang memiliki cerita menarik. Soko alias tiang ini terbuat dari
serpihan-serpihan kayu atau tatal yang direkatkan satu dengan yang lainnya
sehingga membentuk tiang.
Menurut cerita,
tiang ini dibuat oleh Sunan Kalijaga. Masyarakat menyebut tiang ini sebagai
wujud karamah Sunan Kalijaga. Banyak yang percaya Sunan Kalijaga membuat saka
ini dengan kekuatan yang tidak biasa.
Namun soal saka
tatal ini banyak versi yang berkembang. Yang jelas, tiang penyangga yang
berdiri di bagian timur laut itu terbuat dari pecahan-pecahan kayu. Meski
terbuat dari serpihan kayu, satu tiang ini masih sekokoh tiang-tiang lainnya.
Di dalam kompleks
masjid juga terdapat Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal
mengenai riwayat Masjid Agung Demak.
3.
Makam Raden Fatah
Raden
Patah di makamkan di sebelah kiri masjid Demak,Jawa Tengah. Di situ juga
terdapat makam Raden Patah, Sultan Demak I (1478-1518), makam Raden Patiunus,
Sultan Demak II (1518-1521), makam Raden Trenggana, Sultan Demak III
(1521-1546) dan anggota keluara kerajaan lannya. Disamping itu, terdapat juga
museum yang mencatat perjalanan Masjid Agung Demak, seperti 4 sakaguru Asli,
dan terpadat juga situs sumur air keramat.
Masjid yang konon didirikan oleh Raden Patah pada abad ke
15 Masehi, tepatnya 1477 itu hingga kini masih berdiri kokoh, meskipun sudah
dilakukan berbagai perbaikan disana-sini, mengingat usianya yang sudah 5 abad.
Apalagi jika diingat semua hal masih berfungsi normal, termasuk sholat lima
waktu yang masih terus di
lakukan di Masjid
Agung Demak ini.
Bangunan Masjid Agung Demak yang berjarak 26 km dari kota
Semarang, dan 26 km dari kota Kudus ini, terdiri dari serambi Masjid dan
Bangunan induk Masjid. Bangunan Serambi yang terletak pada bagian depan,
atapnya berbentuk limas, tanpa dinding, atau bangunan terbuka, dan ditopang
dengan delapan buah tiang yang disebut dengan saka majapahit. Pada bagian
serambi, juga terdapat bedug besar, pada bagian Serambi inilah para jamaah
lebih banyak untuk duduk, istighfar dan istirahat menunggu sholat wajib
dilaksanakan.
Sedangkan pada bangunan induk Masjid, terpadat empat buah
tiang utama yang disebut dengan saka guru, yang diberi nama sesuai dengan nama
para wali yang membuatnya, sakaguru Sunan Ampel (surabaya), sakaguru Sunan
Bonang (Tuban), sakaguru sunan Gunung Jati (Cirebon) dan sakaguru Sunan
Kalijaga (Demak).Untuk sakaguru Sunan Kalijaga diberi nama khusus dengan nama
sakatatal, karena terdiri dari serpih-serpihan kayu yang diketam, yang konon
dibuat hanya dalam waktu satu malam.
Disamping Masjid, terdapat juga museum yang mencatat
perjalanan Masjid Agung Demak, seperti 4 sakaguru Asli, dan terpadat juga situs
sumur air keramat.
4.
Makam Sunan Kali Jogo
Masjid
Sunan Kali Jogo
|
Yang kami datangi
setelah Masjid Agung Demak adalah Makam
Sunan Kalijaga di Kadilangu. Tepatnya pada pukul 19:10 Waktu Jam Di Handphone Kami.
Daerah Kadilangu ini tidak seberapa jauh lokasinya dari Masjid Agung Demak,
waktu yang ditempuh tidak sampai sekitar setengah jam, kira-kira 2 km. Dari
yang pernah Kami baca, Sunan Kalijaga diberi hadiah tanah desa bernama
Kadilangu, tanah paling jelek, sehingga tidak dimanfaatkan oleh Baginda Raja.
pintu masuk ke arah Makam Sunan Kalijaga berupa
jalan lorong panjang menuju, disepanjang lorong ini, dikanan kirinya banyak
pedagang menjual barang-barang semacam sejadah, mukena, peci, tasbih, dll.
Menurut Kami Lorong Masuk makam sunan gunung jati begitu mewah, Banyak sekali
barang dagangan baik dari hasil kreasi masyarakat setempat maupun souvenir
buatan pabrik, pas untuk oleh oleh di perjalanan.
.
Pada saat kami
datang, saat itu makam Sunan Kalijaga sedang ramai dengan orang-orang yang
berziarah.
Sunan Kalijaga
adalah walisongo yang memiliki tempat tersendiri di hati orang Jawa, mungkin
karena caranya mengenalkan Islam lewat budaya, sehingga rasanya dibandingkan
Sunan yang lain, kisah-kisah Sunan Kalijaga lebih banyak kita kenal lewat
falsafah Jawa, tembang dolanan, terutama wayang. Kadang Kami masih terhipnotis,
bagaimana cerita wayang yang bernuansa Hindu tiba-tiba menjelma menjadi Islam.
Terutama kisah tentang “pertemuan Kalijogo dengan Yudistira” ataupun
kisah tentang “klambi antakusuma”.
Makam Sunan
Kalijaga berada di dalam “rumah” kokoh dengan ukiran Jepara terbaik di pintu,
jendela, maupun tiang-tiangnya. Pada malam-malam tertentu, “rumah” tersebut
dibuka, dibersihkan dan didoakan. Begitu beberapa orang bercerita.
Di samping makam
juga ada gentong air yang dipercaya peninggalan Sunan Kalijaga. Airnya bisa
diminum, atau jika anda menginginkan, bisa juga membawa botol kosong untuk
membawa air tersebut pulang.
5.
Makam Sunan Kudus
Kami sampai di makam Sunan Kudus pada tanggal 27 desember
2014 pada pukul 22 30 menit, untuk sampai ke sana, kami menggunakan jasa Ojek
yang per motor di tarif 4000. Seperti makam Wali yang lain di sekeliling jalan
menuju makam sunan kudus di penuhi oleh pedagang kaki lima yang menjual
berbagai macam dagangan yang bias di beli oleh para pengunjung. Kami menuju
Ja’far
Shodiq adalah nama asli Sunan Kudus. Raden Ngudung merupakan nama panggilannya
sewaktu masih kecil. Sunan Kudus juga di juluki Raden Amir Haji sebab ia pernah
bertindak sebagai pemimpin jama’ah haji. Sunan Kudus adalah putra Raden Usman
Haji yang menyiarkan Islam di daerah Jipang Panolan, Blora Jawa Tengah.
Menurut
silsilahnya, Sunan Kudus masih keturunan Nabi Muhammad SAW. Jika di tarik secara
lengkap silsilahnya sebagai berikut : Ja’far Shodiq bin Raden Usman Haji bin
Raja Pendeta bin Ibrahim Al-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadal Kubra bin
Zaini Al-Husain bin Zaini Al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin
Sayyidina Husain bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Sunan Kudus mendapat julukan
“ Waliyul Ilmi”. Sunan Kudus pernah belajar kepada ayahnya sendiri yaitu
Raden Usman Haji namun menurut cerita yang berkembang di masyarakat Sunan Kudus
adalah murid dari Kyai Telingsing dan juga dikisahkan Raden Ja’far Shodiq
berguru kepada Sunan Ampel. Sunan Kudus pernah menjadi qodli
(hakim agung) pada masa pemerintahan Kerajaan Demak selain seorang qodli ia
mengemban amanah sebagai senopati (panglima perang) yang gagah berani dengan
kemampuan strategi dan taktik yang tinggi. Menara Kudus adalah bangunan paling
monumental peninggalan Sunan Kudus yang menjadi identitas khas kota.
Pemerintah Kabupaten Kudus membuat replika menara
Kudus yang dikenal dengan sebutan “ Tugu Identitas”. Selain menara Kudus
peninggalan Sunan Kudus adalah masjid Al Aqsha Kudus. Di serambi depan masjid
terdapat sebuah pintu gapura yang biasa disebut oleh masyarakat Kudus sebagai
"Lawang kembar". Masjid menara dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun
956 H. Strategi da’wah Sunan Kudus antara lain:
-
Merangkul tanpa menyakiti
-
Raih simpati dengan toleransi
-
Melalui budaya
-
Jalur perdagangan
Sunan Kudus mempunyai sikap dan rasa toleran yang tinggi
terhadap lingkungan dan terhadap agama lain di sekitarnya contohnya antara lain
larangan menyembelih sapi bagi orang islam karena pada masa itu Sunan Kudus
sangat menghormati masyarakat hindu yang selalu memulyakan hewan lembu atau
sapi. Sunan Kudus sebagai sosok pujangga menciptakan lagu dan cerita keagamaan.
Karyanya yang paling terkenal adalah “Gending Maskumambang dan Mijil”. Setiap
tanggal 10 Muharram di Sunan Kudus mengadakan tradisi yang disebut dengan “Buka
Luwur”, merupakan upacara pergantian kain mori yang digunakan membungkus
cungkup dan nisan Sunan Kudus. Buka Luwur di iringi dengan pembagian berkat dan
diakhiri dengan pemasangan luwur baru. Sunan Kudus wafat di Kudus pada Tahun
1550M dan dimakamkan di kompleks masjid menara Kudus.
Buka luwur merupakan upacara pergantian luwur (kain mori) yang digunakan
membungkus cungkup nisan Sunan Kudus serta bangunan-bangunan lain disekitarnya.
Kegiatan ini di iringi beberapa ritual, diawali dengan penjamasan Keris Kyai
Cinthaka, doa rasul, terbang papat, pembuatan dan pembagian bubur as-syura,
khatmil qur’an bil ghaib, pengajian malam 10 Muharrom, pembagian berkat dan di
akhiri dengan pemasangan luwur baru. Tradisi yang berkembang hingga sekarang
ini merupakan refleksi masyarakat Kudus untuk mengenang jasa Sunan Kudus dalam
menyebarkan agama islam. Para tokoh masyarakat sepakat menamani “tradisi
tahunan” tersebut sebagai buka luwur, bukan haul. Penyebabnya, tidak ada bukti
yang jelas mengenai wafatnya Sunan Kudus,sehingga buka luwur digelar bukan dalam
rangka memperingati wafatnya sang Sunan.
6.
Makam Sunan Muria
Makam Sunan Muria terletak di puncak
gunung Muria, Rombongan Ziarah STAI AN NUR lampung tiba di tempat ini tanggal
28 Desember 2014 pukul 01:00 Waktu setempat. Walaupun waktu masih tengah malam,
namun di Makam Sunan Muria tetap ramai di kunjungi oleh peziarah dari berbagai
daerah di sana kami bertemu rombonga lain dari Lampung, lebih dari 30 bus telah
tertata di parkiran Sunan Muria, bahkan di belakang rombongan kami masih ada
rombongan lain yang siap berziarah di
Makam Wali yang masih sekitar 3KM di atas tempat parkir tersebut.
Untuk
mencapai tempat peristirahatan terakhir Sunan Muria, Kami harus naik ke puncak
gunung muria melewati tangga berundak yang di pinggir tangga tersebut berderet
para pedagang yang menjajakan Souvenir dan aneka kerajinan tangan.
Ada 2
cara untuk mencapai makam Sunan Muria, yang pertama dengan berjalan kaki
menelusuri undakan demi undakan yang saat itu kami telusuri, dan tentu
memerlukan keikhlasan dan tekad yang kuat serta kekuatan fisik, karna jalan
berundak tersebut sangat tinggi dan panjang. Jalan yang ke dua yaitu dengan
mengeluarkan uang 15 sampai 20 ribu rupiah untuk mengendarai ojek yang tersedia
di parkiran Makam Sunan Muria.
Untuk Memasuki
Areal Makam Sunan Muria, Kami harus masuk melalui depan masjid sunan muria,
karna makam sunan muria terletak di belakang masjid tersebut, sedangkan makam
sunan muria berada di sebuah cungkup yang di lindungi oleh kelambu.
7.
Makam Sunan Bonang
Makam Sunan Bonang
terletak di belakang Masjid Agung Tuban, untuk mencapai tempat tersebut Kami
menyelusuri gang bang kecil yang berada di samping Masjid Agung Tuban. Atau
bisa juga melewati jalan yang tersedia di sebelah kanan Masjid, yang di
sepanjang jalan tersebut selayak seperti pasar, banyak pedagang kaki lima dan toko
assesoris dan alat alat ibadah.
Gerbang
makam terlihat begitu tua dengan bentuk seperti pura, namun di dinding gerbang
tersebut tertempel piring piring keramik bertuliskan arab, semua terlihat
sederhana, di balik gerbang tersebutlah bersemayam makam Sunan Bonang. Kami
Berziarah di Sana Pada tanggal 28 Desember 2014 Puku 15:01.
Makam
Sunan Bonang terlihat sederhana dengan satu Buah bangunan pendopo terbuka yang
di bawahnya di buat sebuah cungkup besar,
8.
Makam Asmoro Kondi
9.
Makam Sunan Drajat
10. Makam
Sunan Gresik
11. Makam
Sunan Giri
12. Makam
Syeih Kholil Bangkalan
13. Makam
Sunan Ampel
Makam Sunan Ampel terletak di kampung Ampel di kota Surabaya. Di
depan makam ada dua pintu gerbang besar bergaya Eropa. Makamnya terpisah dengan
dari makam lainnya dan diberi pagar teralis dari besi setinggi 110 cm.
dari makam lainnya dan diberi pagar teralis dari besi setinggi 110 cm.
14. Makam
KH Abdurrohman Wahid
15. Pon
Pes Lirboyo
16. Makam
Raden Santri
Makam
Kyai Raden Santri di Gunungpring Magelang. Nama Kyai Raden
Santri sangatlah dikenal oleh masyarakat, khususnya masyarakat
Magelang dan sekitarnya. Kyai Raden Santri yang akrab dipanggil Mbah
Raden ini memiliki nama asli Kanjeng Gusti pangeran Singasari. Kyai
Raden Santri adalah putra Ki Ageng Pamanahan yang masih memiliki trah
Prabu Brawijaya. Kyai Raden Santri adalah seorang ulama yang tergolong
ulama awal penyebar agama Islam di sekitar gunung Merapi, Merbabu,
Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali
Progo.
Menjelang kerajaan Mataram berdiri, Kyai Raden Santri pernah menjabat
sebagai Senopati Perang yang bertugas mengajarkan shalat kepada para
prajurit. Saat akan mengajarkan shalat kepada para prajurit, di dusun
itu Kyai Raden Santri tidak menemukan air untuk berwudlu'. Kemudian
Kyai Raden Santri berdo;a kepada Allah agar diberikan air. Lalu Kyai
Raden Santri membuat sendang dengan tongkatnya, dan dengan izin Allah,
sendang itupun memancarkan air, bahkan hingga kini sendang tersebut
tak pernah berhenti memancarkan air, bahkan di musim kemarau
sekalipun. Sendang itu terletak di dusun Kolosendang, desa Ngawen,
kecamatan Mantilan, kabupaten Magelang.
Disebutkan pula, saat Kyai Raden Santri menetap di desa Santren, Ia
suka berkhalwat atau menyepi di puncak bukit Gunungpring. Suatu hari,
ketia Kyai Raden Santri hendak pulang dari bukit Gunungpring menuju
desa Santren, ia mendapati sungai yang harus ia seberang sedang meluap
dan dilanda banjir. Kyai Raden Santri berkata kepada air "Air,
berhentilah, aku mau menyeberang", maka luapan air itupun berhenti,
batu-batu sungai bermunculan kembali karena banjir telah reda. Itulah
sebabnya, tempat tersebut diberi nama Watucongol yang berarti batu
bermunculan.
Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai
Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai
Gus Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, hingga
Kyai Dalhar, dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai
Raden Santri inilah yang kemudian menjadi ulama penyebar dan menjadi
tokoh agama Islam di wilayah Gunung Pring hingga saat ini. peran ini
kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam di Watucongol.
Komplek Makam Kyai Raden Santri dan anak cucunya kebanyakan berada di
kawasan atas Gunung Pring dan kini menjadi tempat ziarah yang ramai
dikunjungi ummat Islam dari berbagai penjuru tanah air. Kompleks makam
Kyai Raden Santri terletak di sisi barat kota Muntilan, tepat di atas
sebuah bukit yang sangat asri.
Secara administratif, Komplek Makam Kyai Raden Santri beserta para
anak cucunya di Gunung Pring berada di wilayah Desa Gunung Pring,
Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Namun demikian, berdasarkan
sejarah kepemilikan wilayah, makam kompleks makam ini merupakan milik
dan wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Reh Kawedanan
Hageng Sriwandowo bagian Puroloyo.
Saat memasuki kaki bukit sebagai akses masuk ke kompleks makam Kyai
Raden Santri di Gunung Pring, peziarah akan dapat melihat terminal
parkir dengan deretan ruko yang menjajakan berbagai peralatan ibadah
maupun souvenir hasil kerajinan masyarakat setempat. Untuk naik ke
atas bukit, ada dua pilihan akses jalan berundak yang dapat dilalui
oleh para peziarah, satu melalui sisi timur bukit yaitu melalui
sebelah Masjid Kyai Raden Santri, dan satu lagi melalui sisi utara
bukit yaitu melewati Mushola Raden Santri. Gunung Pring merupakan
sebuah bukit pendek yang dapat didaki dalam waktu tidak lebih dari 20
menit.
Menapaki anak tangga yang sedikit menanjak memang membutuhkan ekstra
tenaga dan tarikan nafas. Namun sambil berjalan ke atas, para peziarah
akan disuguhi pemandangan sekitar yang sangat indah. Ada dataran kota
Muntilan di sisi timur, gunung Merapi-Merbabu jauh di sebelah timur
dan timur laut. Sementara di sebelah selatan terhampar daerah
pertanian yang hijau hingga batas pegunungan Menoreh.
Santri sangatlah dikenal oleh masyarakat, khususnya masyarakat
Magelang dan sekitarnya. Kyai Raden Santri yang akrab dipanggil Mbah
Raden ini memiliki nama asli Kanjeng Gusti pangeran Singasari. Kyai
Raden Santri adalah putra Ki Ageng Pamanahan yang masih memiliki trah
Prabu Brawijaya. Kyai Raden Santri adalah seorang ulama yang tergolong
ulama awal penyebar agama Islam di sekitar gunung Merapi, Merbabu,
Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali
Progo.
Menjelang kerajaan Mataram berdiri, Kyai Raden Santri pernah menjabat
sebagai Senopati Perang yang bertugas mengajarkan shalat kepada para
prajurit. Saat akan mengajarkan shalat kepada para prajurit, di dusun
itu Kyai Raden Santri tidak menemukan air untuk berwudlu'. Kemudian
Kyai Raden Santri berdo;a kepada Allah agar diberikan air. Lalu Kyai
Raden Santri membuat sendang dengan tongkatnya, dan dengan izin Allah,
sendang itupun memancarkan air, bahkan hingga kini sendang tersebut
tak pernah berhenti memancarkan air, bahkan di musim kemarau
sekalipun. Sendang itu terletak di dusun Kolosendang, desa Ngawen,
kecamatan Mantilan, kabupaten Magelang.
Disebutkan pula, saat Kyai Raden Santri menetap di desa Santren, Ia
suka berkhalwat atau menyepi di puncak bukit Gunungpring. Suatu hari,
ketia Kyai Raden Santri hendak pulang dari bukit Gunungpring menuju
desa Santren, ia mendapati sungai yang harus ia seberang sedang meluap
dan dilanda banjir. Kyai Raden Santri berkata kepada air "Air,
berhentilah, aku mau menyeberang", maka luapan air itupun berhenti,
batu-batu sungai bermunculan kembali karena banjir telah reda. Itulah
sebabnya, tempat tersebut diberi nama Watucongol yang berarti batu
bermunculan.
Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai
Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai
Gus Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, hingga
Kyai Dalhar, dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai
Raden Santri inilah yang kemudian menjadi ulama penyebar dan menjadi
tokoh agama Islam di wilayah Gunung Pring hingga saat ini. peran ini
kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam di Watucongol.
Komplek Makam Kyai Raden Santri dan anak cucunya kebanyakan berada di
kawasan atas Gunung Pring dan kini menjadi tempat ziarah yang ramai
dikunjungi ummat Islam dari berbagai penjuru tanah air. Kompleks makam
Kyai Raden Santri terletak di sisi barat kota Muntilan, tepat di atas
sebuah bukit yang sangat asri.
Secara administratif, Komplek Makam Kyai Raden Santri beserta para
anak cucunya di Gunung Pring berada di wilayah Desa Gunung Pring,
Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Namun demikian, berdasarkan
sejarah kepemilikan wilayah, makam kompleks makam ini merupakan milik
dan wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Reh Kawedanan
Hageng Sriwandowo bagian Puroloyo.
Saat memasuki kaki bukit sebagai akses masuk ke kompleks makam Kyai
Raden Santri di Gunung Pring, peziarah akan dapat melihat terminal
parkir dengan deretan ruko yang menjajakan berbagai peralatan ibadah
maupun souvenir hasil kerajinan masyarakat setempat. Untuk naik ke
atas bukit, ada dua pilihan akses jalan berundak yang dapat dilalui
oleh para peziarah, satu melalui sisi timur bukit yaitu melalui
sebelah Masjid Kyai Raden Santri, dan satu lagi melalui sisi utara
bukit yaitu melewati Mushola Raden Santri. Gunung Pring merupakan
sebuah bukit pendek yang dapat didaki dalam waktu tidak lebih dari 20
menit.
Menapaki anak tangga yang sedikit menanjak memang membutuhkan ekstra
tenaga dan tarikan nafas. Namun sambil berjalan ke atas, para peziarah
akan disuguhi pemandangan sekitar yang sangat indah. Ada dataran kota
Muntilan di sisi timur, gunung Merapi-Merbabu jauh di sebelah timur
dan timur laut. Sementara di sebelah selatan terhampar daerah
pertanian yang hijau hingga batas pegunungan Menoreh.