Sabtu, 02 Mei 2015

HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Hari Pendidikan Nasional yang di peringati setiap tanggal 2 mei , secara keseluruhan sejarah dan makna hari pendidikan nasional akan berujung pada kisah perjuangan Ki Hajar Dewantara dan sosok dari Bapak Pendidikan nasional Indonesia itu sendiri yang dinisbatkan pada beliau . bacaan bacaan seperti ini barang kali akan menyegarkan ingatan kita akan perjuangan Beliau dalam memberikan pendidikan pada rakyat pribumi tanah air Indonesia saat dalam masa penjajahan Belanda .
Meskipun anda pernah mempelajari sejarah mengenai beliau Ki Hajar Dewantara maupun sejarah hari pendidikan nasional namun tak ada salahnyha sedikit mengulas nya kembali untuk memperingati dan meramaikan hari pendidikan nasional tahun ini yang jatuh pada hari sabtu tanggal 2 mei 2015 .
Tanggal 2 mei ?

Mengapa kok hari pendidikan nasional diperingati setiap tanggal 2 mei setiap tahunnya ? untuk memperingati hari pendidikan nasional atau hardiknas berawal dari tanggal lahir yang dimilki Ki Hajar Dewantara selaku bapak pendidikan nasional indonesia . lalu mengapa harus tanggal lahir beliau yang dijadikan patokan ? beberapa alasan bisa dijadikan arahan mengapa itu bisa terjadi .
Diantaranya karena usaha beliau dalam mencari hak hak bagi rakyat indonesia dalam mendapatkan pendidikan ditengah tengah penjajahan Belanda , sast itu terjadi diskriminasi terhadap warga Indonesia dengan tak boleh belajar , akan tetapi hanya anak anak dari orang Belanda saja yang boleh mengenyam bangku pendidikan .
Atas keadaan itulah , beliau berusaha menentang Belanda dengan kritikan nya dan berbuah pengasingan dirinya ke negara Belanda , akan tetapi sepulangnya dari negri kincir angin , beliau justru mendirikan Taman Siswa , tempat belajarnya anak anak Indonesia tahun 1922 di Jogjakarta .
Sudah jelaskah sejarah dari pendidikan nasional setiap tanggal 2 mei ? kini tinggal kita memaknai nya bagaimana jika datang hari pendidikan nasional , hanya sekedar mengucapkan selamat kah atau bertindak dengan ikut membangun pendidikan karakter di Indonesia ini ?

Sekelumit Tentang HARDIKNAS
Tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Hal ini sebagai salah satu bentuk penghargaan dan penghormatan atas lahirnya tokoh pejuang pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara yang bernama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun. Melalui Kepres tersebut sekaligus menetapkan Beliau sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan mengukuhkannya sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Ir. Soekarno pada waktu itu.

Beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan di Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya (pernah) diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.

Masa muda dan awal karier
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.
Aktivitas pergerakan
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya. Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.

Als ik een Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda)
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".
Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.
Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.

Dalam pengasingan
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Perguruan Taman Siswa
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Semboyan pendidikan di Indonesia
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Pengabdian pada masa kemerdekaan
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959). Beliau meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Tidak ada komentar:
Write komentar

Clixsense

Clixsense